Makna Kata غيظ (Ghaidhz) dalam Kajian Gharib Al-Qur’an



A.      Kajian Kebahasaan, usaha mencari Original Meaning
kata غيظ(Ghaidhz) berasal dari ghaadhza-yaghiidhzu-ghaidhzan (غاظ- يغيظ- غيظا) memiliki arti dasar yaitu menjadikannya marah.[1] Lafadz غيظ(Ghaidhz) merupakan isim masdar yang berarti Kemarahan[2], hal ini senada dengan pernyataan-pernyataan ibnu Mandzur dalam lisan Arab yakni marah, marah yang tersembunyi bagi yang lemah[3], atau kemarahan yang sangat.[4] Dalam istilah Arab dikenal Banuu Ghaidhz, ini berarti keturunan dari Qayis.[5] kata غيظ(Ghaidhz) dikenal juga sebagai nama  dari seorang laki-laki dia adalah Ibnu Murrah bin ‘Auf bin Sa’id bin Dzubyan bin Baghidh bin Raits bin Ghathofan.[6] Dalam Maqayis al-Lughah lafadz ini nampak dimaknai secara esentialis, yakni suatu kata yang original yang menunjukan pada suatu kesulitan, kesedihan yang menimpa atau mengenai seseorang lantaran orang lain (bukan karena dirinya sendiri).[7] Memperhatikan pernyataan-pernyataan tersebut maka penulis menyimpulkan makna asalnya, yakni suatu keadaan internal (geram/marah) jiwa seseorang karena pengaruh faktor eksternal.

Sebagai bentukan isim masdar kata غيظ(Ghaidhz) memiliki bentuk-bentuk lain namun tetap memiliki kesatuan makna atau keterikatan satu dengan lainnya.
)وقالَ الزَّجّاجُ : لَيْسَتْ بالفَاشِيَةِ وحَكَى ثَعْلَبٌ عن ابْنِ الأَعْرابِيّ : غَاظَهُ ، *!وأَغَاظَهُ ، *!وغَيَّظَهُ بمَعْنَىً واحِدٍ*!وغَايَظَهُ *!فاغْتاظَ ، *!وتَغَيَّظ ، بمَعْنىً وَاحَدٍ(

B.      Penelusuran Fungcional Meaning dalam Al-Qur’an
Dalam Al-Qur’an kata غيظ(Ghaidhz) beserta derivasinya terdapat dalam 11 tempat yang tersebar dalam 10 surat.[8] Adapun bentuk-bentuk derivasi tersebut adalah sebagai berikut:
a.      Ghaidhz
1)      Bentuk Makrifat (idhofah)
QS. Al-Taubah : 15
ó=Ïdõãƒur xáøxî óOÎgÎ/qè=è% 3 Ü>qçFtƒur ª!$# 4n?tã `tB âä!$t±o 3 ª!$#ur îLìÎ=tæ íOŠÅ3ym ÇÊÎÈ
Dan menghilangkan panas hati orang-orang mukmin. dan Allah menerima Taubat orang yang dikehendakiNya. Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
kata غيظ(Ghaidhz) tersebut memiliki arti “panas hati”, maksudnya  Allah menghilangkan panas hati atau kemarahan kaum muslimin terhadap Bani Bakar.[9]arti ini berkorelasi dengan makna asal yakni sama-sama mencerminkan suatu keadaan internal (geram/marah) jiwa seseorang karena pengaruh faktor eksternal.

Qs. Ali Imran: 119
4 ö@è% (#qè?qãB öNä3ÏàøŠtóÎ/ 3
“..Katakanlah (kepada mereka): "Matilah kamu Karena kemarahanmu itu..".
Ayat ini mengandung doa atas kaum Kuffar, semoga kebencian mereka bertambah sampai hancur semuanya.[10] Kemarahan/kebencian dengan faktor eksternal umat islam yang jaya.

Qs. Al-Ahzab: 25
¨Šuur ª!$# tûïÏ%©!$# (#rãxÿx. öNÎgÏàøtóÎ/ óOs9 (#qä9$uZtƒ #ZŽöyz 4
“Dan Allah menghalau orang-orang yang kafir itu yang keadaan mereka penuh kejengkelan, (lagi) mereka tidak memperoleh keuntungan apapun..”.
Ibnu Asyur memberi definisi kata ghaidhz ketika menafsirkan ayat ini yakni suatu dendam dan kemarahan,[11]
)والغيظ : الحَنق والغضب ، وكان غضبهم عظيماً يناسب حال خيبتهم لأنهم تجشموا كلفة التجمّع والإنفاق وطولِ المكث حول المدينة بلا طائل وخابت آمالهم في فتح المدينة وأكل ثمارها وإفناء المسلمين ، وهم يحسبون أنها منازلة أيام قليلة ، ثم غاظهم ما لحقهم من النكبة بالريح والانهزام الذي لم يعرفوا سببه (.

2)      Bentuk Ma’rifat dengan ال
Qs. Ali Imran: 134
tûïÏ%©!$# tbqà)ÏÿZムÎû Ïä!#§Žœ£9$# Ïä!#§ŽœØ9$#ur tûüÏJÏà»x6ø9$#ur xáøtóø9$#
“ (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya..”.
Al-Maraghi menafsirkan kata غيظ(Ghaidhz) dalam ayat ini dengan suatu perasaan sakit yang menimpa jiwa seseorang akibat hak-haknya diperkosa, baik berbentuk materi seperti harta benda maupun berbentuk maknawi seperti kehormatan dan prestisenya, sehingga hal tersebut membuatnya terkejut dan mendorong dirinya untuk melampiaskan dendamnya.[12] Tampak pula terdapat faktor eksternalnya.

3)      Bentuk Jar Majrur
 Qs. Ali Imran: 119
öÏ#sŒÎ)ur öNä.qà)s9 (#þqä9$s% $¨YtB#uä #sŒÎ)ur (#öqn=yz (#qÒtã ãNä3øn=tæ Ÿ@ÏB$tRF{$# z`ÏB Åáøtóø9$# 4
“apabila mereka menjumpai kamu, mereka Berkata "Kami beriman", dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kamu..”.
            kata غيظ(Ghaidhz) tersebut memiliki arti “marah yang bercampur benci”. Merupakan penyifatan bagi Munafiq dengan faktor eksternal kaum Mukmin.[13]

Qs. Al-Mulk: 8
ߊ%s3s? 㨍yJs? z`ÏB Åáøtóø9$# (
Hampir-hampir (neraka) itu terpecah-pecah lantaran marah..”.
            Ayat ini merupakan sifat yang ke-tiga dari pada neraka (kontinuitas dari ayat sebelumnya).[14] Ibnu mandzur menyebutnya syiddatul Al-Hurry (panas yang amat sangat lagi membakar).[15] Ditafsirkan juga bahwa ini merupakan sifat kemarahan malaikat zabaniyah.[16]

b.      Taghaiyudhz
Qs. Al-Furqan: 12
#sŒÎ) Nßgø?r&u `ÏiB ¥b%s3¨B 7Ïèt/ (#qãèÏÿxœ $olm; $Zàtós? #ZŽÏùyur
“Apabila neraka itu melihat[neraka] mereka dari tempat yang jauh, mereka mendengar kegeramannya dan suara nyalanya..”.
Kata taghayyudhz pada ayat ini merupakan  bentuk masdar dari تتغيظ- يتغيظ yang berarti menampakan kemarahan yang sangat. Bentuk dari penampakan ini adalah suara. Maka taghayyudhz pada ayat ini maksudnya suara kemarahan/geram.[17]menurut Al-zujaj seperti suara yang bergolak/mendidih.[18]
c.       Yaghiidhzu
Qs. Al-Taubah: 120
šÏ9ºsŒ óOßg¯Rr'Î/ Ÿw óOßgç6ÅÁムØ'yJsß Ÿwur Ò=|ÁtR Ÿwur ×p|ÁyJøƒxC Îû È@Î6y «!$# Ÿwur šcqä«sÜtƒ $Y¥ÏÛöqtB àáÉótƒ u$¤ÿà6ø9
“.. yang demikian itu ialah Karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah, dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir..”.
Kata yaghidhzu pada ayat diatas nampak memiliki makna asal dasar sebagaimana pada penerangan pertama yakni menjadikannya marah yang semakna dengan membangkitkannya marah. Membangkitkan memiliki konotasi lebih yang mengindikasikan adanya pemicu (faktor eksternal) yang lebih pula.

Qs. Al-Hajj: 15
öÝàZuŠù=sù ö@yd ¨ûtùÏdõム¼çnßøx. $tB àáÉótƒ ÇÊÎÈ
“..Kemudian hendaklah ia pikirkan apakah tipu dayanya itu dapat melenyapkan apa yang menyakitkan hatinya..”
 yahgidhzu dalam ayat tersebut merupakan shilah maushulah yang berkedudukan sebagai mafu’l (objek) sehingga relevan tatkala dimaknai sebagai sesuatu yang menyakitkan hati mengingat bahwa marah (makna asal) merupakan sifat/keadaan  yang dilatari atas suatu yang menyakitkan hati karena hal yang berada diluar diri seseorang.
Qs. Al-fath: 29
Ü=Éf÷èムtí#§9$# xáŠÉóuÏ9 ãNÍkÍ5
“..tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya Karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin)..”.
Kata ghaidhz dalam ayat ini muncul dalam bentuk fi’il mudhore’ yang bersambung dengan huruf lam yang berfungsi sebagai penunjuk tujuan/maksud (lam Al-Ta’liliyah wa Sababiyah). Secara literal berarti bertujuan membuat marah dengan kata lain “menjengkelkan hati”, hati merupakan bagian internal diri sedangkan jengkel merupakan keadaan kesal Karena faktor pemicu diluar dirinya. Buah dari keadaan ini adalah kenampakan suatu kondisi lain yaitu marah.
d.      Ghaaidhzuun
Qs. Al-Syu’ara: 55
öNåk¨XÎ)ur $uZs9 tbqÝàͬ!$tós9
“ Dan Sesungguhnya mereka membuat hal-hal yang menimbulkan amarah kita,”.

Kata ghaidhz dalam ayat ini muncul dalam bentuk isim fail yang bersambung dengan salah satu huruf taukid yaitu lamul al-ibtida’ sehingga dimaknai demikian. Unsure faktor eksternal dalam perntaan ayat tersebut pun tampak, yakni suatu perbuatan. Ini merupakan ucapan fir’aun dan bala tentaranya ketika berusaha mengejar musa dan pengikutnya yang mngajak dan menghimbau agar fir’aun meninggalkan agama dan kepercayaannya.[19] Dengan demikian perbuatan Musa inilah yang menjadi faktor eksternal adanya marah.

C.      Kesimpulan
Memperhatikan pemaparan singkat diatas baik makna asal maupun penggunaannya di dalam Al-Qur’an nampak hanya terdapat dua makna yang cukup signifikan diferensilitasnya yakni kemarahan dan sakit hati. namun keduanya terdapat hubungan yang erat dimana yang satu merupakan unsur dari yang lain. Yakni kemarahan merupakan unsur dari timbulnya sakit hati dan sakit hati merupakan unsur dari timbulnya kemarahan.

D.      Daftar Pustaka
.M.Quraish Shihab. Tafsir Al-Misbah Kesan, Pesan, dan Keserasian Al-Qur’an Vol 10 Jakarta: Lentera Hati.2005.
A.W.Munawwir.  Kamus Al-munawwir Arab-Indonesia Terlengkap. Surabaya: Pustaka Progresif. 2002.
Abi Husain Ahmad bin Faris bin Zakariya. Maqayis Al-Lughah . 1423 H dalam CD-ROM Maktabah Syamilah  Juz 4.
Adib Bisri & Munawir A.Fatah.  Kamus Al-Bisri . Surabaya: Pustaka Progressif. 1999.
Ahmad Mushthofa Al-Maraghi. Tafsir Al-Maraghi jilid 4 terj. Semarang: Toha Putera. 1993.
Al-Jauhary, Al-Shahih  fi Al-lughah dalam CD-ROM Maktabah Syamilah Juz 2
Al-Khozin, Lubab Al-Ta’wil fi Ma’ani Al-Tanzil dalam CD-ROM Maktabah syamilah.
Fakhrudin Al-Razy. Mafatih Al-Ghoib dalam CD-ROM Maktabah Al-Syamilah.
Fu’ad Abdul Baqi’. Mu’jam Mufahras Li Alfadz Al-Qur’an Al-Karim. Cairo: Maktabah Dar Al-Kutub Al-mishriyah. 1364 H
Ibnu ‘Asyur. Al-Tahrir wa Al-Tanwir dalam CD-ROM Maktabah Syamilah.
 Kitab Al-‘Ain dalam CD-ROM Maktabah Syamilah  Juz 4.
Muhammad bin Abi Bakar bin Abdil Qadir Al-Razy. Mukhtar Al-Shahih Juz 1. Beirut: Maktabah Libanan Nasyrun. 1995 M.
Muhammad bin Muhammad bin Abdurrazak Al-Husainy. Taj Al-Urus min Jawahir Al-Qamus juz 20 dalam CD-ROM Maktabah Syamilah.
Muhammad bin Mukrim bin Mand
Oleh : Fitrah Meutia
[1] Adib Bisri & Munawir A.Fatah, Kamus Al-Bisri (Surabaya: Pustaka Progressif, 1999), hlm. 552.
[2] A.W.Munawwir,  Kamus Al-munawwir Arab-Indonesia Terlengkap (Surabaya: Pustaka Progresif, 2002), hlm. 1026.
[3] Lihat juga Al-Jauhary, Al-Shahih  fi Al-lughah dalam CD-ROM Maktabah Syamilah Juz 2 hlm.30. lihat juga Muhammad bin Abi Bakar bin Abdil Qadir Al-Razy, Mukhtar Al-Shahih Juz 1 (Beirut: Maktabah Libanan Nasyrun, 1995 M), Hlm. 48.
[4] Muhammad bin Mukrim bin Mandhzur, Lisan Arab dalam CD-ROM Maktabah Syamilah Juz.7 hlm. 450.
[5] Lihat Kitab Al-‘Ain dalam CD-ROM Maktabah Syamilah  Juz 4, hlm. 439.
[6] Muhammad bin Muhammad bin Abdurrazak Al-Husainy, Taj Al-Urus min Jawahir Al-Qamus juz 20 hlm 249 dalam CD-ROM Maktabah Syamilah.
[7] Lihat Abi Husain Ahmad bin Faris bin Zakariya, Maqayis Al-Lughah , 1423 H dalam CD-ROM Maktabah Syamilah  Juz 4, hlm 325.
[8] Berdasar Fu’ad Abdul Baqi’, Mu’jam Mufahras Li Alfadz Al-Qur’an Al-Karim (Cairo: Maktabah Dar Al-Kutub Al-mishriyah, 1364 H), hlm. 303.
[9] Al-Khozin, Lubab Al-Ta’wil fi Ma’ani Al-Tanzil dalam CD-ROM Maktabah syamilah hlm 189.
[10] Lihat Ahmad Mushthofa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi jilid 4 terj. (Semarang: Toha Putera, 1993) hlm. 78.
[11] Ibnu ‘Asyur, Al-Tahrir wa Al-Tanwir dalam CD-ROM Maktabah Syamilah Hlm 429.
[12] Lihat Ahmad Mushthofa Al-Maraghi jilid 4…hlm. 106.
[13] Lihat Ahmad Mushthofa Al-Maraghi jilid 4… hlm. 78.
[14] Fakhrudin Al-Razy, Mafatih Al-Ghoib dalam CD-ROM Maktabah Al-Syamilah Hlm. 562.
[15] Muhammad bin Mukrim bin Mandhzur, ... Juz.7 hlm. 450.
[16] Fakhrudin Al-Razy, Mafatih Al-Ghoib dalam CD-ROM Maktabah Al-Syamilah Hlm. 562.
[17] Lihat Ahmad Mushthofa Al-Maraghi jilid 18...hlm. 275.
[18] Muhammad bin Mukrim bin Mandhzur, ... Juz.7 hlm. 450.           
[19] M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Kesan, Pesan, dan Keserasian Al-Qur’an Vol 10 (Jakarta: Lentera Hati, 2005), hlm. 49.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak