Candi Borobudur (foto: indonesia travel)
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada 2006 silam, desa termiskin merujuk kepada desa di sekitar Candi Borobudur. “Itu artinya masyarakat di sana belum diberdayakan dengan baik,” kata Catrini Pratihari Kubontubuh, Vice Chairman dari Badan Pelestarian Pusaka Indonesia, kepada Okezone di Jakarta, baru-baru ini.
Dia menambahkan, itulah salah satu alasan UNESCO mengancam akan mencabut status candi megah lambang kebesaran Buddha tersebut. Komplek Candi Borobudur memang dikelola oleh sebuah PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, Ratu Boko, namun menurut Catrini, pengelolaan tersebut justru membatasi pergerakan masyarakat yang tinggal di sekitarnya.
Catrini mencontohkan, masyarakat sekitar Candi Borobudur yang ingin menjual souvenir ditempatkan pada zona-zona khusus oleh pihak pengelola. Sayangnya, zona tersebut jauh dari pintu masuk-keluar utama sehingga akhirnya tidak banyak wisatawan yang mampir untuk melihat-lihat dan membeli souvenir. Meski, ujarnya, para pemandu wisata telah mengarahkan tempat tersebut kepada para wisatawan.
“Dengan baik dan buruknya pengelolaan dari PT (Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, Ratu Boko) justru membuat gerak masyarakat tidak bersinergi dengan ramainya wisatawan yang datang ke Borobudur,” tambahnya.
Lebih lanjut ia menambahkan, hal tersebut merupakan indikator bahwa masyarakat sekitar tidak merasakan dampak positif pada perekonomiannya dari status Candi Borobudur sebagai Situs Warisan Dunia, yang dikunjungi jutaan orang setiap tahunnya. Menurutnya, semestinya masyarakat sekitar bisa lebih diberdayakan.
“Mereka tidak terbuka luas karena ya itu, tempat tersebut telah dikelola oleh PT tadi,” sambungnya.
“Saya berharap supaya kawasan ini dan masyarakatnya tetap saling bersinergi untuk memajukan industri pariwisata dan kemakmuran dari masyarakat sekitar,” tutupnya.
sumber : okezone