Menurut yang dilansir laman Al-Arabiya, Rabu (8/1/2014), larangan ini sendiri pertama kali dipublikasikan melalui situs resmi pimpinan Iran tersebut, khamenei.ir.
Khaemenei berasumsi, "mengingat amoralitas sering terjadi melalui hal ini (chatting online), maka kami tidak mengijinkan."
Sebelumnya laman Global Voices sempat melaporkan bahwa pihak otoritas Iran memang begitu mewaspadai kekuatan radikal yang dibangun melalui media sosial. Hal ini pula yang memicu pemerintah Iran menerapkan sistem sensor dan blokir media sosial untuk menekan alur berita dari dunia luar yang dapat memicu munculnya gelombang protes pada pihak pemerintah.
Namun ironisnya, banyak pejabat Iran termasuk Presiden Hassan Rouhani aktif menggunakan Facebook dan Twitter. Bahkan Presiden Rouhani terhitung populer di jagat Twitter dengan jumlah follower sebanyak 163.000.
Selain Iran, negara otoriter lainnya, China, juga menerapkan kebijakan yang serupa terhadap pertumbuhan ekosistem media sosial. Negeri Tirai Bambu itu diketahui melarang warganya mengakses Twitter, Facebook, dan situs berita The New York Times.
Namun belakangan dilaporkan bahwa pemerintah China telah melunak dan berencana mencabut larangan akses internet ke situs Facebook khusus bagi warga di wilayah Shanghai.
sumber : Liputan6