Pemikiran Hadis Nabia Abbott (1897-1981M) ; Periwayatan Hadis Secara Tertulis Perspektif Nabia Abbott

A.  Periwayatan Hadis Secara Tertulis Perspektif Nabia Abbott (1897-1981 M)
Ignaz Goldziher (w. 1921) mengungkapkan bahwa periwayatan hadis melalui tulisan pada zaman nabi sebenarnya tidak ada. Ia menyatakan bahwa materi-materi hadis yang terdapat dalam koleksi hadis belakangan tidak menjelaskan rujukannya kepada koleksi tertulis yang lebih awal dan menggunakan istilah-istilah dalam isnad yang menunjukkan periwayatan hadis secara lisan dan bukan sumber tertulis (written sources).[1]
Mengenai pendapatnya bahwa pertumbuhan hadis dalam jumlah besar pada abad ketiga hijriah disebabkan oleh pemalsuan matan hadis dan bahwa hadis pada masa awal Islam lebih banyak diriwayatkan secara lisan dan ‘tidak’ melibatkan dokumen tertulis dalam proses periwayatannya, Nabia (1897-1981 M) menyalahkan Goldziher (w. 1921) yang enggan menelusuri dan mengakui adanya bukti-bukti klasik yang menunjukkan adanya penulisan hadis. Menurutnya, hadis-hadis nabi dapat ditelusuri keberadaannya sejak pada masa nabi dan bukan merupakan buatan umat islam setelah abad pertama hijriyyah. Ia membuktikan dengan menyertakan bukti nyata tentang koleksi-koleksi hadis pada masa sahabat, berasal dari ‘Abd Allah ibn ‘Amr ibn ‘Ash (w.65/684) Abû Hurayrah (56/678), Ibnu ‘Abbâs (w. 67-8/686-8), dan Anas ibn Mâlik (w. 94/712) yang meneruskan upaya pengoleksian, penghimpunan dan periwayatan hadis tersebut.[2] Disamping itu, Nabia (1897-1981 M) juga melakukan analisis terhadap sejumlah dokumen yang diantaranya terdapat koleksi hadis dan diketahui beredar pada abad kedua dan ketiga hijriah.[3]
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nabia (1897-1981) terkait dunia tulis menulis sebelum Nabi Muhammad lahir, sebenarnya telah ditemukan naskah berbahasa arab dalam bentuk sastra.[4] Sedangkan untuk penulisan hadis, Nabia (1897-1981) mengatakan bahwa sebagian kecil hadis telah ditulis di masa Muhammad masih hidup, dan tumbuh setelah Muhammad wafat. Nabia (1897-1981) menambahkan, bahwa penyebaran hadis secara lisan ternyata tidak berlangsung lama, selain untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan juga untuk membentuk kepercayaan masyarakat terhadap seluruh isi hadis, dan untuk memelihara redaksi dan isi dari teks hadis tersebut, maka dari satu generasi ke generasi selanjutnya penyebaran hadis melalui lisan dan tulisan dilakukan secara berkesinambungan.[5]
Sebagai tanggapan terhadap pandangan Goldziher (w. 1921) ini, Nabia Abbott (1897-1981) menyatakan bahwa praktek penulisan hadis sudah berlangsung “sejak awal” dan ”berkesinambungan”. Yang dimaksud Nabia (1897-1981) dengan kata-kata “sejak awal” adalah bahwa para sahabat nabi sendiri telah menyimpan catatan-catatan hadis. Sedangkan kata “berkesinambungan” dimaksudkan bahwa sebagian besar hadis diriwayatkan secara tertulis, selain dengan lisan hingga hadis-hadis itu dihimpun dalam berbagai koleksi kanonik. Periwayatan hadis secara tertulis inilah yang menurutnya dapat dijadikan sebagai jaminan bagi keshahihannya.[6]
Era yang dipilih oleh Nabia Abbott (1897-1981) untuk menguji hipotesanya bahwa hadis sudah ditulis sejak masa hidup nabi mengambil empat periode umum. Pertama adalah periode selama kehidupan Muhammad saw. Kedua adalah periode setelah wafatnya Muhammad saw. ketika ada perkembangan dalam jumlah hadis secara luas yang disebarkan oleh para sahabat hingga datangnya periode Umayyah. Periode ketiga adalah era Umayyah ketika peranan kunci Ibnu Syihâb al-Zuhrî (w. 124/742) ditekankan. Pada periode keempat, berbagai koleksi hadis formal atau hadis yang terkodifikasi muncul pada buku-buku kanonik. 
Nabia (1897-1981) menambahkan bahwa kegiatan tulis menulis bukan tidak umum di kalangan orang-orang Arab dan bahkan di masa pra Islam. Lebih jauh dikatakan laporan-laporan mengenai Nabi Muhammad saw. telah ditulis semenjak masa hidup nabi saw. Kenyataan bahwa tidak ada naskah yang survive dari periode ini disebabkan oleh sikap ‘Umar (w. 23/644). Penolakan Umar bukan karena kegagalan dan keengganan mereka itu untuk menulis hadis, tetapi karena ketakutan Umar terhadap percampuran hadis dengan al-Qur`an. Dikarenakan pada saat itu terdapat hadis qudsi. Disamping itu, Umar juga mengalami kekhawatiran terhadap suatu perkembangan dalam islam, yang paralel dengan standarisasi yang ada dalam Yudisme dan kekristenan.[7] Karena hal itu, para sahabat lalu menghindari untuk meriwayatkan hadis, baik secara tertulis maupun lisan, karena takut kepada ‘Umar. Hanya sedikit sahabat yang tetap mencatat, menghimpun dan meriwayatkan hadis yang kemudian menjadi dasar bagi koleksi hadis belakangan.[8]
Selanjutnya, Nabia (1897-1981 M) mengatakan bahwa keputusan Umar menentang penulisan hadis itu pada mulanya didukung oleh sekelompok kecil pendukungnya, tetapi setelah Umar membakar ataupun menghancurkan naskah-naskah hadis, maka banyak sahabat yang menahan diri untuk melakukan hal tersebut. Penghancuran naskah hadis itu dilakukan oleh Umar, karena ia mengetahui adanya rencana penyusunan naskah hadis. Pada saat itu sebenarnya tidak banyak sahabat yang menentang penulisan hadis, diantara mereka ialah Abdullah ibn Mas`ud, Zaid ibn Tsabit dan Abu Said al-Khudri.
Ada satu bukti bahwa Abdullah ibn Umar yang pada awalnya menyetujui keputusan ayahnya (Umar) tersebut, akan tetapi belakangan ia mulai melunak dan secara diam-diam memperbolehkan bahkan sampai memerintahkan murid-muridnya untuk menulis hadis. Hal ini kemudian diikuti pula oleh para sahabat lain walaupun pada awalnya mereka juga mendukung keputusan Umar tersebut. Pengumpulan dan penulisan hadis-hadis tersebut pada awalnya menjadi perhatian orang perorang (kalangan individual saja), akan tetapi kemudian khalifah-khalifah Bani Umayyah seperti; Mu`awiyyah (w. 60/ 680), Marwan dan Abdul Malik (w. 86/706) mengambil peranan penting pula dalam periwayatan dan penghimpunan hadis-hadis, khususnya Umar ibn abd al-Aziz yang sangat berhubungan dengan literatur hadis. Nabia (1897-1981 M) menerima laporan (yang ditemukan pada riwayat Shaybani (w. 189/ 805) dalam kitab muwattha` karya Malik ibn Anas) bahwa Umar ibn Abd al-Aziz telah memerintahkan Abu Bakar inm Muhammad ibn Amr ibn Hazm (w. 120/ 738) yang pada saat itu menjadi Gubernur Madinah untuk menghimpun hadis. Hal itu  berlanjut kembali dengan diperintahkannya Ibn Shihab al-Zuhri oleh Amr untuk menyusun sejumlah hadisyang berasal dari berbagai wilayah tersebut.[9]
Dengan wafatnya ‘Umar dan penyebaran Mushaf  ‘Utsmânî, kekhawatiran tersebut menjadi hilang. Hadis kemudian mengalami perkembangan yang sangat berarti pada separo kedua abad pertama. Para sahabat yang dulunya berpihak kepada ‘Umar dan enggan meriwayatkan hadis mulai mencatat dan memelihara “pengetahuan mereka”. Selanjutnya, hadis diajarkan di berbagai pusat Islam, terutama di Madinah dan Mekkah, tidak hanya oleh para ahli hukum dan para hakim, tetapi juga oleh para guru, pengkhotbah dan tukang cerita (qushshâsh/ story tellers). [10]
Bukti bahwa hadis sudah ditulis sejak awal Islam adalah adanya laporan-laporan tentang tulisan para sahabat dan tulisan yang berasal dari mereka, tulisan para tabiin abad pertama dan tulisan yang berasal dari mereka, tulisan para tabiin muda dan tulisan yang berasal dari mereka, tulisan sejumlah tabiin muda dan para pengikut tabiin dan tulisan yang berasal dari mereka. Tentang hal ini, M.M. Azami menyebutkan paling tidak 52 sahabat , 52 tabiin abad pertama, 99 tabiin muda, 247 tabiin muda dan para pengikut tabiin yang telah menulis hadis. [11]
Salah satu bukti dari sekian banyak naskah hadis yang ditulis oleh para sahabat dan tabiin adalah naskah Hammâm ibn Munabbih (40-131/132 H), seorang tabiin Yaman yang menerima hadis dari gurunya, Abû Hurayrah dari Muhammad Rasulullah saw. Naskah Hammâm ini kemudian dikenal sebagai ShahÃŽfah Hammâm bin Munabbih yang ditemukan oleh Muhammad HamÃŽdullah di Damaskus, Syria dan di Berlin, Jerman. ShahÃŽfah Hammâm ini berisi 138 hadis tanpa disertai daftar isi dan diyakini telah ditulis sekitar pertengahan abad pertama hijrah. 
Selain naskah Hammam, ada beberapa naskah yang sudah ditemukan yang dapat digunakan untuk mendukung pendapat Nabia Abbott (1897-1981) tersebut.[12] Naskah-naskah itu adalah:
1.      Naskah hadis-hadis al-A’masy (w. 148 H) yang diriwayatkan oleh Wâqi’.
2.      Kitab al-Manâsik karya Ibnu Abi ‘Arûbah (w. 157 H).
3.      Sebagian dari kitab Sîrah Ibnu Ishâq (w. 151).
4.      Sebagian Naskah hadis-hadis Ibnu Jurayj (w. 150 H).
5.      Naskah Ibnu Thahmân (w. 168 H), juz pertama saja.
6.      Naskah Juwairiyyah yang berisi hadis Nâfi’ mawla Ibnu ‘Umar (w. 117 H).
7.      Naskah ‘Ubaidillâh bin ‘Umar yang berisi hadis dari Nâfi’ mawla Ibnu ‘Umar (w. 117 H).
8.      Naskah Suhail bin Abû Shâlih (w. 138 H) yang berisi hadis dari ayahnya.
9.      Juz awal dari Naskah hadis-hadis Sufyân al-Tsawrî (w. 161 H).
10.  Naskah al-Layts bin Sa’ad yang berisi hadis dari Yahid bin Abû Habîb (w. 128 H).
11.  Naskah Syu’aib bin Abû Hamzah yang berisi hadis dari al-Zuhri (w. 124 H). 
Implikasi dari ditemukannya Naskah Hammâm bin Munabbih dan beberapa naskah yang lain adalah bahwa hadis sudah ditulis sejak sangat awal oleh para shabat dan tabiin. Tentu saja ini merupakan bantahan terhadap pendapat Ignaz Goldziher (w. 1921) bahwa sebagian besar hadis diriwayatkan hanya melalui lisan dan tidak melibatkan dokumen tertulis.

B.     Respon Terhadap Pemikiran Nabia Abbott (1897-1981)
Dua kategori yang biasa dicantumkan terkait respon adalah pro, dan kontra. Namun pemikiran Nabia c terkait periwayatan hadis secara tertulis penulis tidak menemukannya. Respon yang berupa positif dan negatif terdapat dalam pemikiran Nabia (1897-1981 M)  yang tentang pertumbuhan isnad. Musthafa Azami[13] berada dalam pihak pro dalam memberikan komentar tentang explosive sanad, sedangkan Schact berada dalam pihak kontra[14] yang merespon negatif dalam pembahasan family isnad.
Melihat data-data dan argumen yang diberikan oleh Nabia (1897-1981)  dalam menolak pandangan Goldziher (w. 1921) dan menyuguhkan bermacam arsip dan script, dapat penulis katakan bahwa penelitian ini dilakukan dengan landasan kepentingan ilmiyyah, dan bukan kepentingan lain seperti pembelaan golongan tertentu, politik, atau yang lainnya. Penulis juga menyetujui pandangan terkait periwayatan hadis ini dengan alasan kelengkapan data yang disuguhkan Nabia (1897-1981 M).

By : Arif Sirojul Mustafid (TH UIN SUKA YOGYAKARTA)



[1] Dalam mengajarkan hadis, perawi selalu memakai ungkapan “akhbarana” (kami diberi tahu oleh...) atau yang semisal dengan menggunakan ungkapan yang mengindikasikan periwayatan dari sumber lisan. Lihat; Ali Masrur, “Nabia Abbott (1897-1981) tentang Pertumbuhan Isnad dan Periwayatan Hadits secara Tertulis”.
[2] Herbert Berg, The Development of Exegesis in Early Islam (Cornwall: Padstwom, 2000), hlm. 18.
[3] Diantaranya muwattha` karya Malik ibn Anas, dokumen karya Qutaibah ibn Sa`id, Dokumen karya Fadl ibn Ghanim dan dokumen karya Ibn Syihab al-Zuhri.
[4] Orang-orang yang dianggap sebagai pembuat puisi dan prosa pada waktu itu adalah; Umayyah Ibn Abi al-Salt, Nadr Ibn al-Harits dan Suwait Ibn Samit.
[5] Lihat: Luthfi Nur Afidah, Otentisitas Hadis Menurut Nabia Abbott..hlm. 77. Herbert Berg, The Development of Exegesis in Early Islam..hlm.18.
[6] Herbert Berg, The Development of Exegesis in Early Islam..hlm. 19.
[7] Nabia Abbott, Studies in Arabic Literary Papyri,. II Qur`anic Commentary and Tradition, (Chicago: The University of Chicago Press, 1967), hlm. 6-8.
[8] Seperti ‘Abd Allah ibn ‘Amr ibn ‘Ash (w.65/684) Abû Hurayrah (56/678), Ibnu ‘Abbâs (w. 67-8/686-8), dan Anas ibn Mâlik (w. 94/712).
[9] Herbert Berg, The Development of Exegesis in Early Islam..hlm.19.
[10] Ali Masrur, “Nabia Abbott (1897-1981) tentang Pertumbuhan Isnad dan Periwayatan Hadits secara Tertulis”.
[11] Ali Masrur, “Nabia Abbott (1897-1981) tentang Pertumbuhan Isnad dan Periwayatan Hadits secara Tertulis”
[12] Ali Masrur, “Nabia Abbott (1897-1981) tentang Pertumbuhan Isnad dan Periwayatan Hadits secara Tertulis”
[13] M. M. Azami, On Schacht`s Origins of Muhammadan Jurisprudence, (The Oxford Centre of Islamic Studies and Islamic Text Society, 1996), hlm. 157.
[14] M. M. Azami, On Schacht`s Origins of Muhammadan Jurisprudence... 196

1 Komentar

  1. Lagi Piala Dunia nih, yuk mari daftar dan pasang jagoan mu www(dot)updatebetting(dot)co

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak