Mengapa Tiongkok Berani Menerapkan Hukuman Mati Terhadap Koruptor ?

MEDAN | DNA - Kemampuan intelektual seseorang seringkali tidak dijadikan ukuran untuk maju menjadi seorang pemimpin, selama mereka masih mempunyai hak dipilih dan memilih maka secara membabi buta mereka tanpa malu maju mencalonkan diri agar dipilih menjadi pemimpin.
Sehingga dalam ruang seperti inilah kerap muncul hal-hal yang tidak kita inginkan karena orang-orang yang sebenarnya tidak memiliki kemampuan memimpin menjadi pemimpin,  dengan cara memasuki dunia politik, dukungan dana besar meskipun hasil kejahatan melalui pemanfaatan kelemahan masyarakat.  Demikian dikatakan Ketua Lajnah Perwailan Wilayah (LPW) Sumatera Utara Drs. Zulkarnain Selasa (21/5/2013) di Medan.


Dikatakannya, dalam konteks seperti inilah sistem negara kita memiliki kelemahan (peluang bagi pemimpin menyimpang) sangat besar tentang bagaimana  strtegi mencari pemimpin yang benar-benar baik dan bagus untuk bangsa dan negara .  Sehingga kondisi seperti ini dimanfaakan orang-orang yang memiliki kepentingan “nafsu” berkuasa.  Kemudian ketika orang-orang tipekal seperti ini menjabat dan menjadi penguasa,  maka tidak mengherankan melakukan  “permainan”  untuk kepentingan pribadi, kelompok dan partainya.

Menurutnya, selain itu hukum kita sangat lemah yaitu tanpa adanya rasa keadilan yang pasti sementara Islam memiliki keadilan yang pasti. Sebagai contoh dapat kita lihat persoalan korupsi. Menurut Syariah Islam seorang pencuri laki-laki dan perempuan dikenakan sanksi hukum potong tangan.  Kita mengharapkan oknum pejabat koruptor di Indonesia mesti dikenakan hukum tegas.

"Mengenai sanksi hukum untuk koruptor  disesuaikan dengan nisab berapa jumlah dan besar hasil korupsinya apakah sudah pantas dipotong tangannya atau belum. Proses hukum ini tentu melalui Pengadilan dengan  melibat Majelis Ulama," katanya.

Hukum potong tangan bagi koruptor ini menurut Zulkarnain sangat efektif dan menimbulkan efek jera yang sangat besar, karena menimbulkan bukti yang dapat dilihat secara langsung dan terus-menerus sampai akhir hayatnya.  Persoalan –persoalan seperti ini wajar untuk kita pikirkan untuk mencari solusi melalui cara-cara yang bijak, elegan dan bermartabat.  Dalam menyusun tatanan hukum di negara kita sangat perlu memasukkan aspek-aspek Syariah Islam karena melalui penerapan ini keadilan hukum di NKRI dapat ditegakkan.

Namun sayangnya, kata Zulkarnain,  pada hari ini ketika bangsa Indonesia yang mayoritas Muslim ditawarkan menerapkan Syariah Islam bagi koruptor,  justru banyak yang menentang.  Ini sebenarnya masalah besar bagi Ummat Islam yang merasa ketakutan jika Syariah Islam ditegakkan di Indonesia.  Padahal mereka beriman kepada Allah SWT dan beriman ke Al Qur’an yang menjadi sumber dari segala sumber hukum Ummat Islam.

Lebih lanjut dikatakannya, salah seorang pemimpin di negeri Tiongkok  menegaskan sediakan seratus peti mati dan kalau saya menyalahi wewenang peraturan negara dan korupsi maka gantung saya dan masukkan kesalah satu diantara seratus peti mati tersebut. Ketegasan  “menggantung leher” ini juga ditegaskan ketika melakukan pelantikan terhadap pejabat-pejabat lainnya.  Sehingga kedapatanlah 67 pejabat negeri Tiongkok ketika itu yang mati digantung.  Mengapa Negara Tiongkok yang disebut-sebut negeri komunis berani menerapkan hukuman gantung terhadap koruptor sementara (mengapa) Syariah Islam dipandang sebelah mata padahal hanya memotong tangan bagi koruptor.
sumber : dnaberita

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak