Ilustrasi: dosen mengajar di ruang kelas. (Foto: Joseph/Okezone) |
Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh, tunjangan kinerja atau remunerasi hanya diberikan kepada pegawai. "Remunerasi itu untuk pegawai, bukan profesi. Sementara guru dan dosen itu kan profesi, bukan pegawai," ujar M Nuh di kantornya, Senayan, Jakarta Selatan, Jumat (17/1/2014).
Untuk itu, kata M Nuh, perlu ada mekanisme tepat dalam pemberian remunerasi. Sebab, kapasitas fiskal Indonesia tidak hanya digunakan untuk keperluan membayar gaji pegawai.
"Intinya, kalau tunjangan kinerja diberikan serta merta kepada dosen, begitu dosen dapat, guru pasti akan minta. Kalau diluruskan, maka uang negara bisa habis. Kapasitas fiskal tidak menutup. Untuk membayar gaji dan tunjangan saja sudah 70 persen dari anggaran. Maka jika diberikan secara bebas akan habis untuk membayar gaji pegawai saja. Tidak bisa untuk program lainnya," ungkapnya.
Namun, kata M Nuh, bukan berarti pemerintah lepas tangan dengan kesejahteraan guru dan dosen. Skema tunjangan profesi bisa menjadi solusi atas ketiadaan tunjangan kinerja.
"Prinsip kementerian, kami harus berupaya meningkatkan kesejahteraan. Tidak terbesit untuk memiskinkan guru dan dosen, tapi meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan. Maka kami manfaatkan skema tunjangan profesi dikaitkan dengan kinerja," tutur M Nuh.
Dia menilai, profesi berkaitan erat dengan kinerja. Maka, besaran tunjangan profesi yang diterima setiap tenaga pendidik tidak bisa sama, tapi disesuaikan dengan kinerja masing-masing.
"Besaran tunjangan profesi bukan sebesar gaji, tapi setara gaji. Bisa nol koma, bisa juga dua sampai tiga kali gaji. Dosen atau guru yang kinerjanya bagus bisa dapat lebih dari satu kali gaji," ujarnya.
Hingga saat ini, kata M Nuh, kriteria penilaian kinerja dosen maupun guru belum rampung. Kriteria itu harus dirumuskan berdasarkan karakteristik pekerjaan tersebut.
sumber : okezone