Tanthawi Jauhari dan Tafsir al-Jawahir

Profil Tanthawi Jauhari
Thanthawi Jauhari adalah seorang cendekiawan mesir yang lahir pada tahun 1287 H/1870 M di desa Kifr Iwadillah (sebuah kota yang berada di Mesir sebelah timur). Ia adalah seorang pembaharu yang memotivasi kaum muslimin untuk menguasai ilmu secara luas, ia juga seorang mufassir yang luas ilmunya.[1] Semasa kecil ia belajar di al-Ghar sambil membantu orangtuanya sebagai petani. Karena didorong oleh keinginan orangtuanya agar kelak tanthawi menjadi orang yang terpelajar, maka ia disuruh untuk melanjutkan studinya ke universitas al-Azhar di Kairo. Disinilah ia bertemu dan berguru dengan tokoh pembaharu Mesir terkemuka yaitu Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Tanthawi wafat pada tahun 1357 H/1940 M dalam usia 70 tahun.[2]
Disamping kecintaannya dengan ilmu tafsir, ia juga tertarik dengan ilmu-ilmu alam. Hal ini dikarenakan ilmu-ilmu tersebut dapat menjadi penangkal atas kesalahpahaman orang yang mengatakan bahwa islam menentang ilmu dan teknologi modern.
Gagasan pemikiran yang membuat Tanthawi diperhitungkan dalam jajaran pemikir islam terlihat pada tiga hal berikut ini:
1.      Obsesinya untuk memajukan daya pikir umat islam.
2.      Pentingnya ilmu bahasa dalam menguasai idiom-idiom modern.
3.      Pengkajiannya terhadap al-Qur’an sebagai satu-satunya kitab suci yang memotivasi pengembangan imu pengetahuan.


Kitab al-Jawahir fi Tafsir Al-Qur’an Al-Karim
Kitab ini ditulis oleh al-Jauhari ketika ia berusia 60 tahun. Adapun mengenai alasan serta motivasi al-Jauhari dalam menulis kitab ini diantaranya:
1.    Ia ingin menunjukkan pada masyarakat bahwa ilmu pengetahuan sangat penting dalam kehidupan.
2.  Ia ingin mengintegrasikan antara al-Qur’an dan ilmu pengetahuan modern, karena sebagian besar orang mengatakan bahwa al-Qur’an seringkali bertentangan dengan ilmu pengetahuan.
3.   Ia heran mengapa para ulama terdahulu tidak terlalu memperhatikan tentang ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara mengenai ilmu pengetahuan, padahal dalam penelitiannya didapatkan bahwa lebih dari 750 ayat al-Qur’an yang membahas ilmu pengetahuan daripada ayat yang berbicara tentang hukum yang jumlahnya lebih sedikit yaitu sekitar 150 ayat.[3]

Metodologi Penafsiran
1.      Menjelaskan terlebih dahulu mengenai makna mufradat ayat (Tafsir al-Mufradat).
2.     Ketika yang ditafsirkan adalah ayat-ayat yang berhubungan dengan masalah alam (ilmu pengetahuan modern) maka ia menyisipkan gambar, tabel untuk menjelaskannya.
3.   Dalam beberapa kasus, disamping mengambil pendapat-pendapat ulama dari dunia timur barat, ia juga mengambil penjelasan dari kitab injil (barnabas). Karena ia menganggap bahwa injil tersebut kebenarannya mendekati al-Qur’an.
4.   Ketika menafsirkan ayat-ayat hukum dan teologi, ia menjelaskannya seperti kitab tafsir pada umumnya (menafsirkan dengan al-Qur’an, hadits, qaul sahabat, asbabun nuzul, dll). Namun ketika tanthawi mengutip hadits maupun pendapat ulama/ilmuwan biasanya hanya sekedar mengutip tanpa ada kritik darinya.


[1] Dewan redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam 2 (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1993), hlm. 307.
[2] Muhammad Husein adz-Dzahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirun (Maktabah bin Amr Mus’ab, 2004). hlm. 370.
[3] Lihat Muqaddimah dalam kitab al-Jawahir hlm. 3.

1 Komentar

  1. Lagi Piala Dunia nih, yuk mari daftar dan pasang jagoan mu www(dot)updatebetting(dot)co

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak