Seperti dikutip dari CNBC, Jumat (10/1/2014), secara teori, setiap orang di Norwegia telah menjadi miliarder mengingat kekayaan dari dana yang dikelola lewat pengelola dana investasi atau sovereign wealth fund (SWF) yang terus menggelembung. Bertambahnya kekayaan ini berkat harga-harga minyak dan gas yang melambung tinggi.
Dalam perhitungan di situs resmi Bank Sentral Norwegia, dana asing negara meningkat hingga 5,11 triliun krone atau Rp 10.098,4 trliun (kurs: Rp 1.976 per krone). Dibagi estimasi jumlah penduduk Norwegia terkini, artinya setiap warga di negara tersebut memiliki satu juta krone atau Rp 1,9 miliar.
Pada 1990, dana asing Norwegia memiliki sekitar 1% saham di seluruh dunia, serta obligasi dan real estate dari London ke Boston. Alhasil, di saat negara-negara lain sibuk bergelut mengatasi utang yang terus menggunung, Norwegia berhasil menghindarinya dan tetap menikmati kekayaan yang dimilikinya.
Juru Bicara Bank Sentral Norwegia Thomas Sevang menjelaskan, dana asing yang mencapai 5,11 triliun krone tersebut setara dengan kepemilikan miliaran rupiah bagi setiap penduduk.
Uang tersebut tak hanya bisa digunakan para penduduk Norwegia tetapi juga dapat mengguyur generasinya di masa depan. Para penduduknya telah berhasil menahan gejolak untuk memakai uang secara berlebihan sejak penemuan minyak di Laut Utara pada 1969.
Menteri Keuangan Norwegia Siv Jensen mengatakan, Government Pension Fund Global telah membantu mencetak pasokan uang lebih banyak ditambah peningkatan harga jual minyak dan gas yang tak terduga. Saat ini, Norwegia berperan sebagai eksportir minyak terbesar ketujuh di dunia.
"Banyak negara hanya mengalami pendapatan besar berjangka pendek dan sementara dari eksploitasi sumber daya alam yang kemudian sulit untuk dipertahankan," ujarnya.
Menurut dia, dana asing yang melimpah di negaranya setara dengan 183% produk domestik bruto pada 2013. Angka tersebut diprediksi mencapai puncaknya sebesar 220% pada 2030.
"Penyimpanan dana tersebut sangat sukses mengingat parlemen mengatur uang itu untuk digunakan di masa depan. Banyak negara lain yang tidak mampu mengelolanya," ujar Kepala Ekonom DNB Markets Oeystein Doerum.
Selama ini, Norwegia telah berusaha menghindari siklus yang biasanya dilakukan negara eksportir lain dengan menginvestasikan banyak dananya di luar negeri. Sementara pemerintah Norwegia lebih banyak menahannya untuk negara sendiri.
Pemerintah dapat menghabiskan hanya 4% dana asingnya dalam setahun. Norwegia juga berhasil membuat kebijakan dengan memangkas subsidi dengan cara yang tidak terpikirkan negara lain. Misalnya, subsidi pertanian mengizinkan para petani untuk menjaga susu sapinya tetap hangat dan layak konsumsi.
Sayangnya, kekayaan itu justru membuat sebagian warga Norwegia enggan bekerja.
"Satu dari lima orang di usia produktif lebih memilih menerima asuransi sosial dibandingkan harus bekerja," tandas Doerum.
sumber : Liputan6